
Awal Perkara dan Sorotan Publik
Kasus ini bermula pada 15 Februari 2019, ketika Ir. Djuanda Trijadi M.Eng meminjamkan dana miliaran rupiah kepada Nasrun Hamdat dengan perjanjian notariil. Jaminan yang diberikan berupa cek Bank BRI senilai Rp4 miliar dan bilyet giro Bank Mandiri senilai Rp3,75 miliar. Namun, kedua instrumen keuangan tersebut ditolak bank karena saldo tidak mencukupi, dibuktikan melalui Surat Keterangan Penolakan dari Bank BRI Cabang Panglima Polim.
Fakta bahwa terdakwa adalah mertua Ustaz Das’ad Latif membuat kasus ini menjadi sorotan luas. Publik menilai, ini adalah ujian integritas moral — apakah nilai kejujuran, amanah, dan tanggung jawab yang selalu beliau sampaikan dapat diterapkan ketika persoalan menimpa lingkar keluarga terdekat.
Restorative Justice: Tenggat Waktu Semakin Dekat
Kuasa hukum Ir. Djuanda menegaskan bahwa kerugian kliennya nyata dan signifikan, namun tetap membuka peluang restorative justice di pengadilan. Mekanisme ini sejalan dengan ajaran Islam yang mengutamakan ishlah (perdamaian), mengembalikan hak korban, dan menjaga keharmonisan sosial.
Namun, mereka menegaskan bahwa sesuai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2024, penyelesaian damai melalui restorative justice hanya dapat dilakukan sampai sebelum JPU membacakan tuntutan. Setelah tuntutan dibacakan, proses hukum harus berlanjut hingga putusan dan peluang damai praktis tertutup secara hukum.
Tekanan Moral dan Manfaat Damai
Penyelesaian damai sebelum tuntutan dibacakan membawa manfaat yang signifikan:
1. Pemulihan cepat bagi korban, tanpa menunggu proses persidangan panjang.
2. Menjaga martabat keluarga, menghindari liputan negatif yang berlarut-larut.
3. Mengakhiri polemik publik yang kian memanas di media.
4. Memberikan tauladan bagi umat Islam pelaksanaan perdamaian sebagai solusi
menangani permasalahan
Sejumlah pihak menilai, menunda penyelesaian hanya akan memperbesar risiko reputasi dan memperpanjang beban semua pihak. Mengembalikan hak korban secara penuh dan memilih jalan damai sebelum batas waktu hukum yang ketat akan menjadi langkah yang bijak dan terhormat.
Momentum Penentuan
Sidang putusan sela pada 26 Agustus 2025 hanyalah salah satu fase. Titik penentuan sesungguhnya akan datang ketika persidangan mendekati agenda pembacaan tuntutan oleh JPU. Jika hingga saat itu restorative justice tidak tercapai, perkara akan bergulir ke tahap pembuktian penuh hingga vonis, yang berpotensi memunculkan dampak sosial dan reputasi yang lebih besar.
Publik kini menunggu langkah nyata dari pihak terdakwa, dengan dorongan moral dari Ustaz Das’ad Latif, untuk memilih jalur perdamaian dan membuktikan bahwa hukum dan ajaran agama dapat berjalan selaras demi tegaknya keadilan.
Editor : Nang obet